SAYYID MUHAMMAD HUSSEIN THABATABA'I (Tafsir Almizan)

بسم الله الرحمن الرحيم
NAMA : Saeful Fahmi
NIM : 11734029
MATA KULIAH : Studi Pemikiran Tokoh Tafsir PRODI/KELAS : IAT – V / B
PENGAMPU : KH. Dr. Saifuddin Herlambang, M.A
TUGAS : Resume Tokoh Mufassir

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB & DAKWAH
PRODI ILMU AL-QURAN & TAFSIR
PONTIANAK

Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i
“ Al-Mizan Fii Tafsiiril Qur’an ”
( الميزان في تفسيرالقران)

1. Biografi Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i

   Nama lengkap beliau adalah Muhammad Husein bin Al-Sayyid Muhammad bin Al-Sayyid Muhammad bin Al-Miraza ‘Ali Ashghar Syaikh al-Islam al-Thabathaba’i al-Tibrizi al-Qadhi. Nasab al-Thabathaba’i merujuk kepada salah satu dari kakeknya yakni Ibrahim Thabathaba bin Isma’il al-Dibaj.
   Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i dilahirkan pada tanggal 29 Dzulhijjah tahun 1321 Hijriyah atau bertepatan dengan 1892 Masehi di desa Shadegan kota Tibriz persia, sebuah kawasan di sebelah barat laut Iran. Dalam referensi lain saya menemukan beliau lahir pada tahun 1903 M.
   Beliau dilahirkan dari lingkungan keluarga religius. keluarga Sayyid (Keturunan Nabi Muhammad Jalur Ja’far Shadiq). tumbuh dari keluarga yang telah masyhur secara turun temurun dengan keutamaan dan pengetahuannya. Diketahui 14 orang dalam silsilah kakek buyutnya merupakan ulama yang sangat terkenal di kota Tibriz.
  Ibunya meninggal ketika masih berumur lima tahun, empat tahun kemudian ayahnya meninggal. Setelah itu, untuk melangsungkan kehidupan, seorang wali (pengurus harta peninggalan orang tua) menyerahkan beliau dan adik perempuannya kepada seorang pelayan. . Sebelum ayahnya wafat, beliau memperoleh pendidikan langsung dari Ayah dan kerabatnya. Namun setelah Ayahnya wafat, Ia dididik oleh guru privat yang datang ke rumah untuk mengajar bahasa Parsi dan Ushuluddin.
  Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i dalam sejarahnya, dididik dan besar dari 3 pusat pendidikan, yakni Tibriz, Najf dan Qum. Beliau belajar Fikih dan Ushul Fiqh dari dua orang syekh. Pertama adalah Syekh Muhammad Husen al-Na’ini dan yang kedua Syekh Muhammad Husein al-Kimani. Belajar filasafat dari Sayyid Husein al-Badakubi.
    Beliau juga belajar ilmu matematika kepada Sayyid Abu al-Qasim al-Khaunisari, belajar tentang akhlaq kepada ‘Ali al-Hajj Miraza ‘Ali al-Qadhi. Perhatian beliau tidak cukup di situ, tidak cukup hanya dengan belajar agama seperti Fikih, Ushul Fikih, Bahasa Arab, Nahwu, Bahasa, Sharaf dan ilmu-ilmu agama lainnya. Tapi beliau juga belajar ilmu-ilmu umum seperti Matematika klasik. Beliau belajar Matematika klasik dari kitab “al-Ushul” karya Euclid sampai “al-Majisthi” karya Ptolemy.
    Perjalan keilmuannya secara spesifik dimulai dari dasar, tepatnya di Tibriz di kampung halamannya di bawah asuhan keluarganya dan ulama di daerah tersebut. Setelah menempuh pendidikan jenjang dasar beliau kemudian pergi ke al-Najf untuk melanjutkan pendidikannya pada tahun 1343 H dan menghabiskan waktu 10 tahun di sana untuk menimba ilmu. Di sana beliau mendapatkan banyak sekali pengetahuan yang beragam, yang umumnya diterima oleh para penuntut ilmu.
   Seusai belajar dari al-Najf, beliau kembali ke kediamannya di Tibriz pada tahun 1353 H. Namun setelah itu beliau kembali mengembara ke Qumm karena terjadi perang dunia ke-2 pada tahun 1365 H. Di sana kebintangannya semakin bersinar di dunia keilmuan, beliau mulai mengajar dan mulai menyebarkan hasil penelitiannya di bidang Tafsir dan Filsafat.
   Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i mulai mengajar dengan menitik beratkan pada tafsir al-Qur’an dan filsafat serta teosofi Islam tradisional. Di antara murid-murid dari Sayid Husein Thabathaba’i adalah Syekh al-Murtadha Muthahhiri, Sayyid Musa al-Shadr, al-Syahid al-Doktor Bahsyati, al-Syahid al-Doktor Muftih, dan banyak lagi yang lainnya. yang tersebut dalam daftar muridnya ini adalah orang-orang yang sejauh ini menjadi orang-orang yang penting dan memiliki keunggulan di berbagai bidang.
    Sayyid Husein Thabathaba’i wafat pada tanggal 15 November 1981 di kota Qum dan dimakamkan di kota itu juga. Beliau merupakan tokoh yang sangat dihormati di Iran, sehingga namanya dikenang dengan dijadikan sebagai nama Universitas. Kematiannya dianggap sebagai hari berkabung Nasional, beliau dimakamkan sebagaimana orang Syi’ah pada umumnya dan dimakamkan di samping makam ‘Sayyidah Fathimah Al-Ma’shumah Binti al-Imam Abu Ja’far. Karya-karyanya terus memperoleh popularitas tinggi. Tulisan-tulisannya semakin banyak diterjemahkan ke dalam bahsa Inggris, dan sekarang namanya dikenal di seluruh dunia Islam sebagai salah satu tokoh intelektual dan spiritual.

2. Karya Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i dan Resensi Kitab Tafsir Al-Mizan Fii Tafsiiril Qur’an

   Semasa hidupnya, Sayyid Husein al-Thabathaba’i telah meninggalkan jejak keilmuan yang sangat banyak. Ia menulis banyak sekali karya, seperti Ushul al-Falsafah, al-A’dad al-Awwaliyah, Bidayah al-Hikmah fi al-Falsafah, Ta’liqat ‘ala Kitab al-Asfar fi al-Falsafah karya Filusuf Shadr al-Mutaallih al-Syirazi, Ta’liqat ‘ala Kitab Ushul al-Kafi karya al-Kailani, dan beberapa kitab ta’liqat (komentar-komentar) lainnya.
    Karya-karya risalahnya juga sangat banyak. Beliau menulis Risalah fi al-Asma’ wa al-Shifat, Risalah fi al-I’jaz, Risalah fi al-af’al, Risalah fi al-I’tibarat, Risalah fi al-Insan ba’da al-Dunya, Risalah fi al-Insan Qabla al-Dunya, Risalah fi al-Burhan, Risalah fi al-Tarkib dan banyak lagi karya-karyanya dalam bentuk risalah.
    Salah satu karya terbesar Beliau adalah Tafsir al Mizan (al-mizan Fii Tafsiiril Qur’an). Karya ini bermula dari permintaan para mahasiswanya ketika beliau mengajar di Universitas Qum Iran. Para mahasiswanya meminta kepadanya untuk mengumpulkan materi perkuliahan dalam bentuk kitab tafsir yang lengkap.
  Dengan adanya permintaan tersebut, beliau menanggapinya secara positif yang kemudian beliau menyusun kitab tafsir dengan nama tafsir al Mizan. Jilid pertama dari kitab al-Mizan tersebut terbit pada tahun 1375 H atau bertepatan dengan 1956 M. Dan akhirnya juz-juz berikutnya pun lahir, total kitab tafsirnya terdiri dari 20 jilid atau sekitar 8041 halaman, dengan rata-rata massing-masing jilid 465 halaman. Jilid yang terakhir berhasil dirampungkan oleh Sayyid Muhammad Husein al-Thabathaba’i pada 21 Ramadhan tahun 1392 H atau pada tahun 1973 M.
    Adapun latar belakang penamaan tafsir tersebut dengan nama al Mizan adalah karena dalam menulis dalam menulis tafsir ini, beliau selain mengemukakan pendapatnya sendiri, juga mengambil pendapat serta pemikiran mufassir awal, kemudian mendiskusikannya dan akhirnya mengambil pendapat yang paling kuat. Tidak berarti beliau terpengaruh dengan pendapat-pendapat itu, namun hal ini menggambarkan bahwa beliau tidak tergantung serta berkiblat hanya kepada satu pendapat tertentu.
    Ketika berbicara mengenai suatu permasalahan, beliau lebih banyak merujuk kepada ayat al Qur’an kemudian menyimpulkan maksudnya dari pada hanya memfokuskan diri kepada pendapat mufassir dan pengaji al Qur’an. Hal ini ditambah lagi dengan ketimpangan politik, ekonomi dan sosial di lingkungan masyarakat Iran secara keseluruhan, sehingga beliau berusaha menampilkan diri dengan ide-ide reformisnya dengan menggali ayat-ayat al Qur’an yang berupaya menjawab berbagai tantangan serta ketimpangan tersebut.
   Dengan kata lain tafsir al-Mizan menjadi jawaban yang sehat bagi kemajuan masyarakat Syi’ah Iran yang telah terpuruk dalam berbagai ketimpangan dan keterbelakangan.
   Selain daripada itu, kata al-Mizan sendiri berarti timbangan, atau keseimbangan serta keadilan. Setiap mufassir yang muncul dalam pentas sejarah selalu menampilkan penafsiran al-Qur’an yang dipengaruhi oleh berbagai pola pikir serta aliran yang dianutnya.
   Bagaimanapun beliau juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat serta perkembangan yang terjadi dilingkungan tempatnya berada. Hal ini pun yang dilihat dari penafsiran yang dilakukan Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan.
   Tafsir al-mizan bercorak tahlili. Metode tahlili adalah suatu metode tafsir yng bermaksud menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Dalam penafsirannya, beliau mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang terdapat dalam mushhaf Utsmani, kemudian menafsirkan ayat mulai dari surat al Fatihah sampai dengan sura An-Nas.
    Selain itu, beliau juga menggunakan metode tafsir maudhu’i, yaitu menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan tema-tema tertentu sehingga mendatangkan pemahaman yang menyeluruh bagi pembacanya.Beliau juga memperkuat penafsirannya dengan riwayat-riwayat dari hadits Nabi dan perkataan para sahabat.
    Meskipun beliau penganut ajaran Syi’ah yang tulen, namun dalam menafsirkan ayat, beliau tidak banyak dipengaruhi oleh ajaran tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri bila beliau mengadopsi ajaran Syi’ah dalam tafsirnya.
     Akan tetapi hal tersebut tidaklah mewarnai tafsir al Mizan secara keseluruhan, sehingga tafsir ini pun dapat diterima oleh sebagian kalangan sunni, apalagi dengan menggunakan bahasa Arab. Tetapi apa yang dilakukan beliau dalam menafsirkan al Qur’an serta menjelaskan makna-maknanya tidak lepas dari pengaruh ajaran Syi’ah.
 Salah satu contoh adalah ketika beliau meriwayatkan hadits. Kitab hadits yang dijadikan rujukan adalah kitab al-Kafi. Dari kitab ini beliau mengambil hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam Syi’ah untuk memperkuat penafsiran yang ada.
    Secara khusus tafsir al Mizan ini memiliki nilai-nilai khusus yang membedakannya dengan tafsir lainnya antara lain : Sumber tafsir al Mizan adalah al Qur’an sendiri. Yaitu menafsirkan ayat dengan ayat lainnya. dibantu dengan sumber lainnya yaitu hadits-hadits Nabi yang mengambil dua jalur periwayatan yaitu jalur dari Syi’ah dan jalur dari Sunni. Hadits yang dicantumkan oleh beliau ditulis dengan jalur sanad yang lengkap sehingga memudahkan bagi siapapun untuk meneliti kebenaran hadits tersebut.
   Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i juga berusaha mencari munasabah dengan ayat lain yang setema dengan apa yang beliau bahas sehingga meletakkan posisi al Qur’an seolah-olah menjadi satu mata rantai yang tidak terpisahkan. Beliau juga menggunakan asbab al nuzul dalam membantu pemahaman ayat, memasukkan perkataan sahabat, tabi’in setelah didiskusikan terlebih dahulu dengan sebuah pemahaman yang menyeluruh.

    3. Pokok Penafsiran, Contoh dan Perbedaan dengan Tafsir Lain

    Salah satu kelebihan tafsir ini adalah penelitian secara mendalam tentang tema-tema penting seperti kemukjizatan Alquran (i'jāz al-Qurān), kisah-kisah para nabi, ruh dan jiwa, terkabulkannya doa, tauhid, taubah, rizki, keberkahan, jihad, dan lainnya yang sesuai dengan ayat-ayat yang berkenaan dengannya dibahas dan dikaji secara teliti.
  Pokok dari tafsir ini sedikit banyak dalam penafsirannya Melakukan pembenaran terhadap ajaran-ajaran Syiah, seperti nikah mut’ah (kontrak) sebagaimana yang dipahami oleh Syiah selama ini. Hal tersebut tampak jelas ketika menafsirkan ayat:

فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً

   Setelah panjang lebar mengungkapkan tentang riwayat-riwayat yang mengharamkan nikah mut’ah dan riwayat-riwayat yang membolehkan, bahkan menyebutkan ulama-ulama menyetujuinya, baik dari kalangan mufassirin maupun mahaddisin, Sayyid Thababa'i memberikan kesimpulan bahwa mut’ah merupakan pernikahan dan perempuan yang dimut’ah adalah istri menurut al-Qur’an dan para ulama salaf tidak perlu diragukan lagi.
    Terdapat beberapa contoh penafsiran yang cukup menarik dari al-Mizan, misalnya saja tentang nikah mut’ah. Muhsin dalam presentasinya menyebutkan bahwa nikah mut’ah merupakan kompensasi bagi seseorang yang tidak mampu melakukan nikah secara permanen, dengan nikah mut’ah maka ia bisa terhindar dari perbuatan zina.
  Dalam kitab Al Mizan jilid 4 halaman 306, disebutkan bahwa nikah mut’ah dapat dilakukan dalam tempo satu hari, satu minggu, ataupun satu bulan. Satu hal yang kerap menjadi perdebatan antara sunni-syiah adalah mengenai waktu shalat. Berbeda dengan Sunni yang memercayai adanya lima waktu shalat, kalangan Syiah meyakini tiga waktu shalat saja dalam sehari.
    Dalam menafsirkan al Qur’an, beliau menggunakan berbagai macam pendekatan, baik pendekatan sejarah, filsafat, hukum Islam, bahasa serta Teologi, sehingga penafsiran yang beliau lakukan dapat mendekatkan pemahaman ayat al Qur’an kepada para pembacanya dan menyajikan sebuah kajian yang komprehensif. Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas, keberadaan tafsir al-Mizan dapat dikategorikan sebagai tafsir bi alra’yi dengan metode tahlily dan corak falsafy.
    Adapun perbedaan yang signifikan dengan tafsir lain, terdapat pada latar belakang madzhab Teologi yang di anut oleh Mufassirnya. Dimana Syekh Sayyid Muhammad Hussein Thabataba'i sendiri merupakan penganut aliran Mazhab Syi'ah, akan banyak perbedaan penafsiran dengan Tafsir Al-Kasyaf Karya Syekh Imam Az-Zamakhsyarri yang merupakan penganut aliran Madzhab Mu'tazilah, begitupun jika di bandingkan dengan Tafsir Al-Maraghi karya Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi yang berlatar madzhab Sunni.
   Perbedaan yang signifikan lebih lagi terdapat perbedaan dalam corak penafsirannya dengan Kitab Tafsir lain, Dimana Tafsir Almizan merupakan Tafsir Quran yang bercorak Dominan yang tidak terfokuskan pada satu corak penafsiran, dimana penafsiran beliau mencakup pada berbagai corak yakni dengan pendekatan Sejarah, Filsafat, Fiqh, Lughah atau bahasa dan juga corak Teologi. Dan jika di perbandingkan dengan Tafsir Al-Qurthubi, letak perbedaannya adalah Tafsir Al-Qurthubi lebih dominan corak penafsirnnya dalam Bidang Fiqh dan Hukum Islam, bahkan Biasa disebut dengan nama Sebutan tafsir Ahkam.

4. Komentar Penulis

     Kitab tafsir al-Mizan karangan Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i menurut saya merupakan kitab modern. hal ini sesuai jika dilihat dari masa kapan kitab tafsir ini terbit. Dimana Jilid pertama dari kitab al-Mizan ini terbit pada tahun 1375 H atau bertepatan dengan 1956 M. Dan Jilid yang terakhir berhasil dirampungkan oleh Sayyid Muhammad Husein al-Thabathaba’i pada 21 Ramadhan tahun 1392 H atau pada 1973 M. Yang berarti masa penulisan kitab ini ditulis oleh Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i kurang lebih dalam kurun waktu selama 17 tahun. Masa ini merupakan masa peralihan dari abad pertengahan menuju abad kontemporer, yakni abad 19 yang merupakan abad modern.
     Dan meskipun kitab ini Lahir dari budaya sosial beliau yang merupakan aliran kaum syi’ah, bukan berarti kita tidak boleh menggunakan dan menolak kitab beliau sebagai sumber rujukan dalam kajian Tafsir Al-Qur’an. Karena beliau melakukan penafsiran dengan sikap netral, tidak menafsirkan al-Qur’an hanya demi golongan beliau saja, penafsiran beliau menggunakan berbagai banyak aspek keilmuan, sehingga semua kalanganpun termasuk dari kalangan sunni banyak yang merujuk penafsiran al-Qur’an dari kitab al-Mizan.
      Terlebih kita (saya khususnya) sebagai mahasiswa prodi ilmu al-Qur’an & tafsir, menggunakan kitab Tafsir al-Mizan tentu merupakan suatu keharusan untuk mengkaji tafsiran al-Qur’an, dan menjadikan kitab ini sebagai salah satu kitab induk sebagai sumber rujukan penafsiran al-Qur’an. Saya pikir kitab tafsir al-Mizan masih belum terlalu banyak digunakan oleh penafsir-penafsir al-Qur’an sebagai salah satu sumber rujukannya, termasuk juga bagi para mahasiswa, penggunaan sumber rujukan kitab Tafsir yang sering ditemukan hanya yang masyhur bagi mereka saja, seperti tafsir Ibnu katsir, tafsir jalalain, tafsir at-Thabariy, dan kitab tafsir Lokal yakni Tafsir Al-Mishbah. Selanjutnya mudah-mudahan kitab tafsir al-Mizan ini nantinya juga bisa di jadikan sebagai sumber rujukan tafsir induk oleh banyak kalangan dan juga bagi mahasiswa.

4. Sumber Rujukan

Saifuddin Herlambang. Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik Hingga Kontemporer. Pontianak: Iain Pontianak Press. 2018

Ilyas Husti. Studi Kritis Pemikiran Qurais Shihab Terhadap Tafsir Muhammad Husain Thabathaba’i. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

Syamsuri Rifa’i. Tafsir Almizan Menyingkap Rahasia Do’a. Jakarta: Andita. 1993

Ahmad Fauzan. Manhaj Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur’an Karya Muhammad Husain Tabataba’i. Al Tadabbur: Jurnal Ilmu Alquran Dan Tafsir Vol: 03 No. 2 Oktober 2018

Rohim Habibi. Allamah Muhammad Husain Thabathaba’i (Studi Tokoh Dengan Pendekatan Sejarah). IAIN Salatiga: 2016

Komentar

Postingan Populer